Ayat Ekonomi tentang Hak Milik QS. al-Baqarah (2) : 284 dan Korelasi (hubungan) Ayat dengan Fenomena Ekonomi Kontemporer

Ayat Ekonomi tentang Hak Milik
(hakikat milik dalam Islam adalah milik Allah)
QS. al-Baqarah (2) : 284




Terjemah
284.  Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehandaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Tafsir Ayat



{لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ وَإِنْ تُبْدُوا مَا فِي أَنْفُسِكُمْ أَوْ تُخْفُوهُ يُحَاسِبْكُمْ بِهِ اللَّهُ فَيَغْفِرُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيُعَذِّبُ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (284) }

Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan di bumi. Dan jika kalian melahirkan apa yang ada di dalam hati kalian atau kalian menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kalian tentang perbuatan itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.

Allah Swt. memberitakan bahwa kepunyaan-Nyalah kerajaan langit dan bumi serta apa yang ada padanya yang ada di antara keduanya. Dia mengetahui semua yang ada di dalamnya, tiada yang samar bagi-Nya semua hal yang tampak dan yang tersembunyi serta yang tersimpan di dalam hati, sekalipun sangat kecil dan sangat samar.

Allah Swt. memberitahukan pula bahwa Dia kelak akan melakukan hisab (perhitungan) terhadap hamba-hamba-Nya atas semua yang telah mereka lakukan dan mereka sembunyikan di dalam hati mereka. Seperti yang diungkapkan oleh firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu:

قُلْ إِنْ تُخْفُوا مَا فِي صُدُورِكُمْ أَوْ تُبْدُوهُ يَعْلَمْهُ اللَّهُ وَيَعْلَمُ مَا فِي السَّماواتِ وَما فِي الْأَرْضِ وَاللَّهُ عَلى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

Katakanlah, "Jika kalian menyembunyikan apa yang ada dalam hati kalian atau kalian melahirkannya, pasti Allah mengetahui." Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. (Ali Imran: 29)

يَعْلَمُ السِّرَّ وَأَخْفى

Dia mengetahui rahasia dan yang lebih tersembunyi. (Thaha: 7)
Ayat-ayat mengenai hal ini sangat banyak, dan dalam ayat ini disebutkan keterangan yang lebih, yaitu Allah Swt akan melakukan perhitungan terhadap hal tersebut. 

Karena itulah ketika ayat ini diturunkan, para sahabat merasa keberatan dan takut terhadap apa yang disebutkan oleh ayat ini serta takut terhadap hisab Allah yang akan dilakukan atas diri mereka menyangkut semua amal perbuatan mereka yang besar dan yang sekecil-kecilnya. Perasaan ini timbul dalam hati mereka karena iman dan keyakinan mereka sangat kuat.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَفَّانُ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، حَدَّثَنِي أَبُو عَبْدِ الرَّحْمَنِ - يَعْنِي الْعَلَاءَ -عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: لَمَّا نَزَلَتْ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ وَإِنْ تُبْدُوا مَا فِي أَنْفُسِكُمْ أَوْ تُخْفُوهُ يُحَاسِبْكُمْ بِهِ اللَّهُ فَيَغْفِرُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيُعَذِّبُ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ} اشْتَدَّ ذَلِكَ عَلَى أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَأَتَوْا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، ثم جَثَوْا عَلَى الرُّكَبِ، وَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، كُلِّفْنَا مِنَ الْأَعْمَالِ مَا نُطيق: الصَّلَاةُ وَالصِّيَامُ وَالْجِهَادُ وَالصَّدَقَةُ، وَقَدْ أُنْزِلَ عَلَيْكَ هَذِهِ الْآيَةُ وَلَا نُطِيقُهَا. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "أَتُرِيدُونَ أَنْ تَقُولُوا كَمَا قَالَ أَهْلُ الْكِتَابَيْنِ مِنْ قَبْلِكُمْ: سَمِعْنَا وَعَصَيْنَا؟ بَلْ قُولُوا: سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا، غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ". فَلَمَّا أقَر بِهَا الْقَوْمُ وَذَلَّتْ بِهَا أَلْسِنَتُهُمْ، أَنْزَلَ اللَّهُ فِي أَثَرِهَا: {آمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنزلَ إِلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ كُلٌّ آمَنَ بِاللَّهِ وَمَلائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْ رُسُلِهِ وَقَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ} فَلَمَّا فَعَلُوا ذَلِكَ نَسَخَهَا اللَّهُ فَأَنْزَلَ: {لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلا وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا} إِلَى آخِرِهِ.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepadaku Abu Abdur Rahman (yakni Al-Ala), dari ayahnya, dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa ketika diturunkan kepada Rasulullah Saw. ayat berikut, yaitu firman-Nya: Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan di bumi. Dan jika kalian melahirkan apa yang ada di dalam hati kalian atau kalian menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kalian tentang perbuatan kalian itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. (Al-Baqarah: 284) 

Maka hal ini terasa berat oleh sahabat-sahabat Rasul Saw. Lalu mereka datang menghadap Rasulullah Saw. dan bersimpuh di atas lutut mereka seraya berkata, "Wahai Rasulullah, kami telah dibebani amal-amal yang sudah memberatkan kami, yaitu salat, puasa, jihad, dan sedekah (zakat), sedangkan telah diturunkan kepadamu ayat ini dan kami tidak kuat menyanggahnya." 

Maka Rasulullah Saw. bersabda: Apakah kalian hendak mengatakan seperti apa yang pernah dikatakan oleh kaum ahli kitab sebelum kalian, yaitu: "Kami mendengarkan dan kami durhaka? "Tidak, melainkan kalian harus mengatakan, "Kami mendengar dan kami taat, kami mengharapkan ampunan-Mu, wahai Tuhan kami, dan hanya kepada-Mulah (kami) dikembalikan."  

Setelah kaum merasa tenang dengan ayat ini dan tidak mengajukan protes lagi, maka Allah menurunkan ayat berikut sesudahnya, yaitu firman-Nya: Rasul telah beriman kepada Al-Qur'an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan), "Kami tidak membeda-bedakan antara seseorang pun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya,"dan mereka mengatakan, "Kami dengar dan kami taat." (Mereka berdoa), "Ampunilah kami, ya Tuhan kami, dan kepada Engkaulah tempat kembali.” (Al-Baqarah: 285) 

Ketika mereka melakukan hal tersebut, lalu Allah me-nasakh-nya dengan firman-Nya: Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa), "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah.” (Al-Baqarah: 286), hingga akhir ayat.

Imam Muslim meriwayatkannya sendirian melalui hadis Yazid ibnu Zurai', dari Rauh ibnul Qasim, dari Al-Ala, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, lalu ia menyebutkan hadis yang semisal.
Lafaznya adalah seperti berikut, bahwa setelah mereka melakukan hukum tersebut, maka Allah me-nasakh-nya dan menurunkan firman-Nya: Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa), "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah." (Al-Baqarah: 286) 

Maka Allah berfirman, "Ya." Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. (Al-Baqarah: 286) Allah berfirman, "Ya. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. (Al-Baqarah: 286) Allah berfirman, "Ya." Beri maaflah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir. (Al-Baqarah: 286) Allah Swt. berfirman, "Ya."

Hadis Ibnu Abbas mengenai masalah ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad. 

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا وَكِيع، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ آدَمَ بْنِ سُلَيْمَانَ، سَمِعْتُ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: لَمَّا نَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ: {وَإِنْ تُبْدُوا مَا فِي أَنْفُسِكُمْ أَوْ تُخْفُوهُ يُحَاسِبْكُمْ بِهِ اللَّه} قَالَ: دَخَلَ قُلُوبَهُمْ مِنْهَا شَيْءٌ لَمْ يَدْخُلْ قُلُوبَهُمْ مِنْ شَيْءٍ، قَالَ: فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ، صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "قُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وسَلَّمنا". فَأَلْقَى اللَّهُ الْإِيمَانَ فِي قُلُوبِهِمْ، فَأَنْزَلَ الله. {آمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنزلَ إِلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ كُلٌّ آمَنَ بِاللَّهِ وَمَلائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْ رُسُلِهِ وَقَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ} إِلَى قَوْلِهِ: {فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ}

Ia mengatakan: telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Adam ibnu Sulaiman, bahwa ia pernah mendengar Sa'id ibnu Jubair menceritakan hadis berikut dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa ketika ayat berikut diturunkan, yaitu firman-Nya: Dan jika kalian melahirkan apa yang ada di dalam hati kalian atau kalian menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kalian tentang perbuatan kalian itu. (Al-Baqarah: 284) 

Maka timbullah di dalam hati mereka sesuatu hal yang belum pernah mereka rasakan sebelumnya. Lalu Rasulullah Saw. bersabda: Katakanlah oleh kalian, "Kami dengar, kami taat, dan kami berserah diri." Kemudian Allah memasukkan iman ke dalam kalbu mereka, dan menurunkan firman-Nya: Rasul telah beriman kepada Al-Qur'an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan), "Kami tidak membeda-bedakan antara seorang pun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya," dan mereka mengatakan, "Kami dengar dan kami taat." (Mereka berdoa), "Ampunilah kami, ya Tuhan kami, dan kepada Engkaulah tempat kembali." (Al-Baqarah: 285) sampai dengan firman-Nya: maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir. (Al-Baqarah: 286)

Demikian pula menurut apa yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, dari Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, Abu Kuraib, Ishaq ibnu Ibrahim; ketiga-tiganya meriwayatkan hadis ini dari Waki'. Hanya di dalam riwayatnya ditambahkan seperti berikut: Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. (Al-Baqarah: 286) 

Maka Allah berfirman, "Telah Aku lakukan." Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. (Al-Baqarah: 286) 

Allah Swt. berfirman, "Telah Aku lakukan." Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. (Al-Baqarah: 286) 

Allah Swt. berfirman, "Telah Kami lakukan." Beri maaflah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir. (Al-Baqarah: 286) 

Allah Swt. berfirman, "Telah Aku lakukan."
Jalur lain dari Ibnu Abbas juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، أَخْبَرَنَا مَعْمَر، عَنْ حُمَيْدٍ الْأَعْرَجِ، عَنْ مُجَاهِدٍ، قَالَ: دَخَلْتُ عَلَى ابْنِ عَبَّاسٍ فَقُلْتُ: يَا أَبَا عَبَّاسٍ، كنت عند ابن عمر فقرأ هَذِهِ الْآيَةَ فَبَكَى. قَالَ: أيَّة آيَةٍ؟ قُلْتُ: {وَإِنْ تُبْدُوا مَا فِي أَنْفُسِكُمْ أَوْ تُخْفُوهُ} قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ، إِنَّ هَذِهِ الْآيَةَ حِينَ أُنْزِلَتْ غَمَّت أَصْحَابَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَمًّا شَدِيدًا، وَغَاظَتْهُمْ غَيْظًا شَدِيدًا، يَعْنِي، وَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، هَلَكْنَا، إِنْ كُنَّا نُؤَاخَذُ بِمَا تَكَلَّمْنَا وَبِمَا نَعْمَلُ، فَأَمَّا قُلُوبُنَا فَلَيْسَتْ بِأَيْدِينَا، فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ، صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "قُولُوا: سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا". قَالُوا: سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا. قَالَ: فَنَسَخَتْهَا هَذِهِ الْآيَةُ: {آمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنزلَ إِلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ كُلٌّ آمَنَ بِاللَّهِ} إِلَى {لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلا وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ} فتَجوز لَهُمْ عَنْ حَدِيثِ النَّفْسِ وَأُخِذُوا بِالْأَعْمَالِ

Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Humaid Al-A'raj, dari Mujahid yang mengatakan bahwa ia pernah masuk menemui Ibnu Abbas, lalu ia berkata, "Wahai Abu Abbas, ketika aku berada di rumah Ibnu Umar, ia membacakan ayat ini, lalu ia menangis."

Ibnu Abbas bertanya, "Ayat apakah itu?" Ia menjawab bahwa yang dimaksud adalah firman-Nya: Dan jika kalian melahirkan apa yang ada di dalam hati kalian atau kalian menyembunyikannya. (Al-Baqarah: 284) 

Maka Ibnu Abbas mengatakan bahwa ketika ayat ini diturunkan, semua sahabat Rasulullah Saw. tertimpa kesusahan yang sangat, dan hati mereka sangat gundah gulana, lalu mereka berkata, "Wahai Rasulullah, kami pasti binasa jika kami dihukum karena hal-hal yang kami ucapkan dan yang kami kerjakan. Hal itu sudah wajar, tetapi hati kami tidak dapat menguasainya." 

Maka Rasulullah Saw. bersabda: Katakanlah oleh kalian, "Kami dengar dan kami taat." Maka mereka mengatakan, "Kami dengar dan kami taat." Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, bahwa ayat tersebut di-mansukh oleh ayat berikut, yaitu firman-Nya: Rasul telah beriman kepada Al-Qur'an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, (Al-Baqarah: 285) sampai dengan firman-Nya: Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Al-Baqarah: 286). 

Maka dimaafkan dari mereka apa yang tersimpan di dalam hati mereka, dan mereka hanya mendapat balasan dari amal perbuatan mereka saja.

Jalur lain dari Ibnu Abbas diriwayatkan oleh Ibnu Jarir.

Disebutkan bahwa telah menceritakan kepadaku Yunus, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Yunus ibnu Zaid, dari Ibnu Syihab, dari Sa'id ibnu Murjanah; bahwa Ibnu Syihab pernah mendengar Sa'id ibnu Murjanah menceritakan hadis berikut, ketika dia sedang duduk bersama Abdullah ibnu Umar, maka Ibnu Umar membacakan firman-Nya: Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan di bumi. Dan jika kalian melahirkan apa yang ada di dalam hati kalian atau kalian menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kalian tentang perbuatan itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehendaki-Nya. (Al-Baqarah: 284), hingga akhir ayat. 

Lalu ia mengatakan, "Demi Allah, sekiranya kita dihukum oleh Allah disebabkan hal ini, niscaya kita akan binasa," kemudian ia menangis sehingga terdengar isakannya. Ibnu Murjanah melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia bangkit dan pergi menuju tempat Ibnu Abbas; ia menceritakan apa yang dikatakan oleh Ibnu Umar kepadanya setelah membaca ayat tersebut. Maka Ibnu Abbas menjawab, "Semoga Allah mengampuni Abu Abdur Rahman. 

Demi umurku, sesungguhnya kaum muslim pun merasakan hal yang sama seperti apa yang dirasakan oleh Ibnu Umar ketika ayat tersebut diturunkan." Sesudah itu Allah menurunkan firman-Nya: Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. (Al-Baqarah: 286), hingga akhir surat. Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, bahwa bisikan tersebut merupakan hal yang tidak kuat disanggah oleh kaum muslim, dan pada akhirnya Allah memutuskan bahwa masing-masing diri memperoleh pahala dari kebajikan yang diusahakannya dan ia mendapat siksa dari kejahatan yang dikerjakannya, baik berupa ucapan ataupun perbuatan.

Jalur lain diriwayatkan oleh Ibnu Jarir.

Disebutkan bahwa telah menceritakan kepadaku Al-Musanna, telah menceritakan kepada kami Ishaq, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, dari Sufyan ibnu Husain, dari Az-Zuhri, dari Salim, bahwa ayah Salim pernah membaca firman-Nya: Dan jika kalian melahirkan apa yang ada di dalam hati kalian atau kalian menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kalian tenlang perbuatan kalian itu. (Al-Baqarah: 284) 

Maka berlinanganlah air matanya, lalu perbuatannya itu disampaikan kepada Ibnu Abbas. Lalu Ibnu Abbas mengatakan, "Semoga Allah merahmati Abu Abdur Rahman. Sesungguhnya dia telah melakukan seperti apa yang telah dilakukan oleh sahabat-sahabat Rasulullah Saw. ketika ayat ini diturunkan. 

Kemudian ayat ini di-mansukh oleh ayat sesudahnya, yaitu firman-Nya: 'Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya’ (Al-Baqarah: 286)."

Jalur sanad ini berpredikat sahih dari Ibnu Abbas, dan telah ditetapkan pula yang bersumber dari Ibnu Umar sama dengan apa yang ditetapkan dari Ibnu Abbas.

Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ishaq, telah menceritakan kepada kami Rauh, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Khalid Al-Hazza, dari Marwan Al-Asgar, dari seorang lelaki sahabat Nabi Saw. yang menurut dugaanku (Imam Bukhari) adalah Ibnu Umar, sehubungan dengan firman-Nya: Dan jika kalian melahirkan apa yang ada di dalam hati kalian atau kalian menyembunyikannya. (Al-Baqarah: 284) Ia mengatakan bahwa ayat ini di-mansukh oleh ayat sesudahnya. 

Hal yang sama telah diriwayatkan pula dari Ali, Ibnu Mas'ud, Ka'b Al-Ahbar, Asy-Sya'bi, An-Nakha'i, Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi, Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, dan Qatadah, disebutkan bahwa ayat ini di-mansukh oleh ayat sesudahnya.

Telah ditetapkan di dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh jamaah di dalam kitab-kitab mereka yang enam melalui jalur Qatadah, dari Zurarah ibnu Abu Aufa, dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

«إِنَّ اللَّهَ تَجَاوَزَ لِي عَنْ أُمَّتِي مَا حَدَّثَتْ بِهِ أَنْفُسَهَا مَا لَمْ تَكَلَّمْ أَوْ تَعْمَلْ»

Sesungguhnya Allah telah memaafkan aku buat umatku semua hal yang dibisikkan oleh hati mereka selagi hal itu tidak dikatakan atau dikerjakan.

Di dalam hadis Sahihain melalui Sufyan ibnu Uyaynah, dari Abuz Zanad, dari Al-A'raj, dari Abu Hurairah, disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

«قَالَ اللَّهُ: إِذَا هَمَّ عَبْدِي بِسَيِّئَةٍ فَلَا تَكْتُبُوهَا عَلَيْهِ، فَإِنْ عَمِلَهَا فَاكْتُبُوهَا سَيِّئَةً، وَإِذَا هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا فَاكْتُبُوهَا حَسَنَةً، فَإِنْ عَمِلَهَا فَاكْتُبُوهَا عَشْرًا»

Allah berfirman, "Apabila hamba-Ku berniat untuk melakukan suatu perbuatan yang buruk, maka janganlah kalian (para malaikat) mencatatkan hal itu terhadapnya; dan jika dia mengerjakannya, maka catatkanlah hal itu sebagai satu keburukan. Apabila dia berniat hendak mengerjakan suatu kebaikan dan ia tidak mengerjakannya, maka catatkanlah hal itu sebagai satu kebaikan; dan jika dia mengerjakannya, maka catatkanlah hal itu pahala sepuluh kebaikan.

Lafaz hadis ini menurut Imam Muslim.
Dan dia meriwayatkannya sendiri melalui jalur Ismail ibnu Jafar, dari Al-Ala, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah Saw., yaitu:

«قَالَ اللَّهُ: إِذَا هَمَّ عَبْدِي بِحَسَنَةٍ وَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَتُهَا لَهُ حسنة، فإن عملها كتبتها له عَشْرَ حَسَنَاتٍ، إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ، وَإِذَا هَمَّ بِسَيِّئَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا لَمْ أَكْتُبْهَا عَلَيْهِ، فَإِنْ عَمِلَهَا كَتَبْتُهَا سَيِّئَةً وَاحِدَةً»

Allah berfirman, "Apabila hamba-Ku berniat untuk melakukan suatu kebaikan dan ia tidak mengerjakannya, maka Aku catatkan hal itu untuknya sebagai satu kebaikan; dan jika dia mengerjakannya, maka aku catatkan untuknya pahala sepuluh kebaikan, sampai tujuh ratus kali lipat. Dan jika dia berniat hendak mengerjakan suatu keburukan, dan ternyata dia tidak mengerjakannya, maka Aku tidak mencatatkan apa pun terhadapnya. Dan jika dia mengerjakan, maka Aku catatkan sebagai suatu keburukan."

قَالَ عَبْدُ الرَّزَّاقِ: أَخْبَرَنَا مَعْمَر، عَنْ هَمام بْنِ مُنَبِّهٍ قَالَ: هَذَا مَا حَدَّثَنَا أَبُو هُرَيْرَةَ، عَنْ مُحَمَّدٍ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "قَالَ اللَّهُ: إِذَا تَحَدَّثَ عَبْدِي بِأَنْ يَعْمَلَ حَسَنَةً، فَأَنَا أَكْتُبُهَا لَهُ حَسَنَةً مَا لَمْ يَعْمَلْ، فَإِذَا عَمِلَهَا فَأَنَا أَكْتُبُهَا بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا، وَإِذَا تَحَدَّثَ بِأَنْ يَعْمَلَ سَيِّئَةً فَأَنَا أَغْفِرُهَا لَهُ، مَا لَمْ يَعْمَلْهَا، فَإِنْ عَمِلَهَا فَأَنَا أَكْتُبُهَا لَهُ بِمِثْلِهَا". وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "قَالَتِ الْمَلَائِكَةُ: رَبِّ، وَإِنَّ عَبْدَكَ يُرِيدُ أَنْ يَعْمَلَ سَيِّئَةً -وَهُوَ أَبْصَرُ بِهِ -فَقَالَ: ارقُبوه، فَإِنْ عَمِلَهَا فَاكْتُبُوهَا لَهُ بِمِثْلِهَا، وَإِنْ تَرْكَهَا فَاكْتُبُوهَا لَهُ حَسَنَةً، وَإِنَّمَا تَرَكَهَا مِنْ جَراي". وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إذا أَحْسَنَ أَحَدٌ إِسْلَامَهُ، فَكُلُّ حَسَنَةٍ يَعْمَلُهَا تُكْتَبُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ، وَكُلُّ سَيِّئَةٍ تُكْتَبُ بِمِثْلِهَا حَتَّى يَلْقَى اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ".

Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Hammam ibnu Munabbih yang mengatakan bahwa Abu Hurairah r.a. pernah menceritakan kepada kami hadis berikut dari Muhammad Rasulullah Saw., yaitu: Allah berfirman, "Apabila hamba-Ku berniat hendak mengerjakan suatu kebaikan, maka Aku mencataikan baginya suatu kebaikan selama dia belum mengerjakannya; dan jika dia mengerjakannya, maka Aku catatkan baginya sepuluh pahala yang semisal dengan amal baiknya. Dan apabila dia berniat hendak mengerjakan suatu keburukan, maka Aku mengampuni hal itu baginya selagi dia tidak mengerjakannya. Dan jika dia mengerjakannya, maka Aku mencatatkan hal itu baginya hal yang semisal (dengan) keburukannya." 

Rasulullah Saw. telah bersabda: Para malaikat berkata, "Wahai Tuhan, hamba-Mu itu hendak melakukan suatu amal keburukan?" Sedangkan Dia lebih melihat tentangnya. Maka Dia berfirman, "Awasilah dia, jika dia mengerjakan keburukan itu, maka catatkanlah baginya hal yang semisal dengan keburukannya. Dan jika dia meninggalkannya, maka catatkanlah baginya pahala satu kebaikan, karena sesungguhnya dia meninggalkan keburukan itu (tidak mengerjakannya) karena demi Aku."  

Rasulullah Saw. telah bersabda: Apabila seseorang berbuat baik dalam Islamnya, maka sesungguhnya setiap amal kebaikan yang dikerjakannya dicatatkan baginya pahala sepuluh kebaikan yang serupa hingga tujuh ratus kali lipat, sedangkan setiap keburukan dicatatkan hal yang semisal dengan keburukannya, hingga ia bersua dengan Allah Swt. (di hari kiamat).

Hadis ini hanya diriwayatkan oleh Imam Muslim, dari Muhammad ibnu Rafi', dari Abdur Razzaq dengan konteks dan lafaz yang sama, tetapi sebagian darinya terdapat pula di dalam Sahih Bukhari.

قَالَ مُسْلِمٌ أَيْضًا: حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ، حَدَّثَنَا أَبُو خَالِدٍ الْأَحْمَرُ، عَنْ هِشَامٍ، عَنِ ابْنِ سِيرِينَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كُتِبَتْ لَهُ حَسَنَةً، وَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَعَمِلَهَا كُتِبَتْ لَهُ [عَشْرًا] إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ، وَمَنْ هَمَّ بِسَيِّئَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا لَمْ تُكْتَبْ، وَإِنْ عَمِلَهَا كُتِبَت".

Imam Muslim mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Khalid Al-Ahmar, dari Hisyam, dari Ibnu Sirin, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang berniat melakukan suatu kebaikan, lalu ia tidak melakukannya, maka dicatatkan baginya pahala satu kebaikan. Dan barang siapa yang berniat melakukan suatu kebaikan, lalu ia mengerjakannya, maka dicatatkan baginya pahala sepuluh kali lipat hingga tujuh ratus (kali lipat). Dan barang siapa yang berniat akan melakukan suatu kejahatan, lalu ia tidak mengerjakannya, maka tidak dicatatkan (apa pun) terhadapnya; tetapi jika dia mengerjakannya, maka kejahatan itu dicatatkan terhadapnya.

Hadis ini hanya diriwayatkan oleh Imam Muslim sendiri di antara para pemilik kitab sunnah, sedangkan yang lainnya tidak.

[وَقَالَ مُسْلِمٌ] حَدَّثَنَا شَيْبَانُ بْنُ فَرُّوخٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَارِثِ، عَنِ الجَعْد أَبِي عُثْمَانَ، حَدَّثَنَا أَبُو رَجَاءٍ العُطَاردي، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيمَا يَرْوِي عَنْ رَبِّهِ تَعَالَى قَالَ: "إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ، ثُمَّ بَيَّنَ ذَلِكَ، فَمَنْ هَمّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبها اللَّهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً، وَإِنْ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللَّهُ عِنْدَهُ عَشْرَ حَسَنَاتٍ إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ، إِلَى أَضْعَافٍ كَثِيرَةٍ. وَإِنْ هَمَّ بسيئة فلم يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللَّهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً، وَإِنْ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللَّهُ سَيِّئَةً وَاحِدَةً"

Imam Muslim mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Syaiban ibnu Farukh, telah menceritakan kepada kami Abdul Waris, dari Al-Ja'd Abu Usman, telah menceritakan kepada kami Abu Raja Al-Utaridi, dari Ibnu Abbas, dari Rasulullah Saw. dalam sabdanya yang menceritakan dari Tuhannya hal berikut, yaitu: Sesungguhnya Allah mencatat semua amal baik dan amal buruk, kemudian Dia menjelaskan hal tersebut, bahwa barang siapa yang berniat akan melakukan suatu amal baik, lalu ia tidak mengerjakannya, maka Allah mencatatkan di sisi-Nya pahala suatu kebaikan penuh. Dan jika ia berniat akan mengerjakannya, lalu ia mengerjakannya, maka Allah mencatatkan di sisi-Nya (pahala) sepuluh kebaikan hingga tujuh ratus kali lipat sampai penggandaan yang banyak (buat pelakunya). Dan jika dia berniat akan mengerjakan suatu keburukan, lalu dia tidak mengerjakannya, maka Allah mencatatkan hal itu di sisi-Nya pahala satu kebaikan. Dan jika dia berniat akan melakukannya, lalu ia mengerjakannya, maka Allah mencatatkan hal itu di sisi-Nya satu amal keburukan.

Imam Muslim meriwayatkan pula dari Yahya ibnu Yahya, dari Ja'far ibnu Sulaiman, dari Al-Ja'd (yaitu Abu Usman) dalam sanad ini, yang isinya semakna dengan hadis Abdur Razzaq, hanya di dalam riwayat ini ditambahkan:

«وَمَحَاهَا اللَّهُ وَلَا يَهْلَكُ عَلَى اللَّهِ إِلَّا هَالِكٌ»

Lalu Allah menghapuskan Catatan amal buruk itu, dan tiada yang dibinasakan oleh Allah kecuali orang yang ditakdirkan binasa.

Di dalam hadis Suhail, dari ayahnya, dari Abu Hurairah disebutkan seperti berikut:

جَاءَ نَاسٌ مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَسَأَلُوهُ فقالوا: إِنَّا نَجِدُ فِي أَنْفُسِنَا مَا يَتَعَاظَمُ أَحَدُنَا أَنْ يَتَكَلَّمَ بِهِ، قَالَ «وَقَدْ وَجَدْتُمُوهُ؟» قَالُوا: نَعَمْ، قَالَ «ذَاكَ صَرِيحُ الْإِيمَانِ»

Sejumlah orang dari kalangan sahabat-sahabat Rasulullah Saw. datang, lalu mereka bertanya kepadanya, untuk itu mereka berkata, "Sesungguhnya kami merasakan di dalam hati kami sesuatu yang sangat berat dikatakan oleh seseorang dari kami." Nabi Saw. bersabda, "Apakah kalian benar-benar telah merasakannya?" Mereka menjawab, "Ya." Nabi Saw. bersabda, "Itulah tandanya iman yang jelas."

Lafaz hadis ini menurut Imam Muslim. Menurut Imam Muslim pula melalui jalur Al-A'masy, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah Saw. disebutkan hal yang sama.

Imam Muslim meriwayatkan pula melalui hadis Mugirah, dari Ibrahim, dari Alqamah, dari Abdullah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. Pernah ditanya mengenai waswas. Maka beliau bersabda:

«تِلْكَ صَرِيحُ الْإِيمَانِ»

Hal itu merupakan pertanda iman yang jelas.

Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Dan jika kalian melahirkan apa yang ada di dalam hati kalian atau kalian menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kalian tentang perbuatan itu. (Al-Baqarah: 284) 

Sesungguhnya ayat ini tidak di-mansukh Tetapi bila Allah menghimpun semua makhluk di hari kiamat, maka Dia berfirman, "Sesungguhnya Aku akan memberitahukan kepada kalian apa yang kalian sembunyikan di dalam hati kalian hingga para malaikat-Ku tidak mengetahuinya." Adapun terhadap orang-orang mukmin, maka Allah memberitahukan kepada para malaikat apa yang dibisikkan di dalam hati mereka, tetapi Allah memberikan ampunan-Nya bagi mereka. 

Hal ini disebutkan di dalam firman-Nya: niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kalian tentang perbuatan kalian itu. (Al-Baqarah: 284) Adapun terhadap orang-orang yang bimbang dan ragu, maka Allah memberitahukan kepada para malaikat apa yang disembunyikan oleh mereka di dalam hatinya, yaitu berupa kedustaan. 

Hal ini diungkapkan oleh firman-Nya: Maka  Allah  mengampuni  siapa  yang  dikehendaki-Nya   dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya. (Al-Baqarah: 284) Juga disebutkan oleh firman-Nya: tetapi Allah menghukum kalian disebabkan (sumpah kalian) yang disengaja (untuk bersumpah) di dalam hati kalian. (Al-Baqarah: 225) Yakni berupa keraguan dan kemunafikan.

Al-Aufi dan Ad-Dahhak meriwayatkan pula hal yang hampir semakna dengan asar ini. Ibnu Jarir meriwayatkan dari Mujahid dan Ad-Dahhak hal yang semisal.

Disebutkan dari Al-Hasan Al-Basri, bahwa ia pernah mengatakan ayat ini muhkam (masih berlaku hukumnya) dan tidak di-mansukh. Pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir.

Ibnu Jarir dalam alasannya yang mengatakan bahwa adanya hisab bukan berarti pasti adanya hukuman; dan Allah Swt. adakalanya melakukan hisab, kemudian memberikan ampunan; dan adakalanya melakukan hisab, lalu mengazab, berdasarkan kepada hadis yang diriwayatkannya dalam tafsir ayat ini, telah menceritakan kepada kami Ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Ibnu Ubay, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Abdi, dari Sa'id ibnu Hisyam. 

Telah menceritakan kepadaku (kata Ibnu Jarir) Ya'qub ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Ibnu Ulayyah, telah menceritakan kepada kami Ibnu Hisyam. Keduanya mengatakan dalam hadisnya masing-masing bahwa mereka meriwayatkannya dari Qatadah, dari Safwan ibnu Muharriz yang menceritakan bahwa ketika kami sedang melakukan tawaf di Baitullah bersama Abdullah ibnu Umar yang juga sedang melakukan tawaf, tiba-tiba muncullah seorang lelaki menghadangnya, lalu bertanya, "Hai Ibnu Umar, apakah yang telah engkau dengar dari Rasulullah Saw. mengenai masalah najwa (bisikan)?" Maka ia menjawab, bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda:

"يَدْنُو الْمُؤْمِنُ مِنْ رَبِّهِ، عَزَّ وَجَلَّ، حَتَّى يَضَعَ عَلَيْهِ كَنَفَه، فَيُقَرِّرُهُ بِذُنُوبِهِ فَيَقُولُ: هَلْ تَعْرِفُ كَذَا؟ فَيَقُولُ: رَبِّ أعْرف -مَرَّتَيْنِ -حَتَّى إِذَا بَلَغَ بِهِ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَبْلُغَ قَالَ: فَإِنِّي قَدْ سَتَرْتُهَا عَلَيْكَ فِي الدُّنْيَا وَأَنَا أَغْفِرُهَا لَكَ الْيَوْمَ". قَالَ: "فَيُعْطَى صَحِيفَةُ حَسَنَاتِهِ -أَوْ كِتَابُهُ -بِيَمِينِهِ، وَأَمَّا الْكُفَّارُ وَالْمُنَافِقُونَ فَيُنَادَى بِهِمْ عَلَى رُؤُوسِ الْأَشْهَادِ: {هَؤُلاءِ الَّذِينَ كَذَبُوا عَلَى رَبِّهِمْ أَلا لَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الظَّالِمِينَ}

Orang mukmin mendekat kepada Tuhannya, lalu Allah Swt. meletakkan hijab-Nya pada dia, kemudian membuatnya mengakui semua dosa-dosanya. Untuk itu Allah Swt. berfirman kepadanya, "Tahukah kamu dosa anu?" Ia menjawab, "Wahai Tuhanku, aku mengakuinya" (sebanyak dua kali), hingga sampailah pertanyaan Allah kepadanya ke tahap apa yang dikehendaki-Nya. 

Setelah itu Allah Swt. berfirman, "Sesungguhnya Aku sekarang telah menutupi (mengampuni)nya darimu ketika di dunia, dan sesungguhnya pada hari ini pun Aku mengampuninya bagimu." 

Rasulullah Saw. bersabda, "Maka Allah memberikan lembaran atau Catatan amal-amal baiknya dengan tangan kanan (kekuasaan)-Nya. Adapun orang-orang kafir dan orang-orang munafik, maka diserukan kepada mereka di hadapan para saksi (semua makhluk), 'Orang-orang inilah yang telah berdusta terhadap Tuhan mereka.' Ingatlah, kutukan Allah (ditimpakan) atas orang-orang yang zalim" (Hud: 18).

Hadis ini diketengahkan di dalam kitab Sahihain dan selain keduanya, melalui berbagai jalur dari Abu Qatadah dengan lafaz yang sama.

قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ حَرْبٍ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ زَيْدٍ، عَنْ أُمَيَّةَ قَالَتْ: سَأَلْتُ عَائِشَةَ عَنْ هَذِهِ الْآيَةِ: {وَإِنْ تُبْدُوا مَا فِي أَنْفُسِكُمْ أَوْ تُخْفُوهُ يُحَاسِبْكُمْ بِهِ اللَّهُ} فَقَالَتْ: مَا سَأَلَنِي عَنْهَا أَحَدٌ مُنْذُ سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْهَا فَقَالَ: "هَذِهِ مُبَايَعَةُ اللَّهِ الْعَبْدَ، وَمَا يُصِيبُهُ مِنَ الْحُمَّى، والنَّكبة، وَالْبِضَاعَةُ يَضَعُهَا فِي يَدِ كُمِّهِ، فَيَفْتَقِدُهَا فَيَفْزَعُ لَهَا، ثُمَّ يَجِدُهَا فِي ضِبْنِه، حَتَّى إِنَّ الْمُؤْمِنَ لِيَخْرُجُ مِنْ ذُنُوبِهِ كَمَا يَخْرُجُ التِّبْرُ الْأَحْمَرُ [مِنَ الْكِيرِ]".

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Harb, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Ali ibnu Zaid, dari ayahnya yang menceritakan bahwa ia pernah bertanya kepada Siti Aisyah r.a. tentang ayat berikut, yaitu firman-Nya: Dan jika kalian melahirkan apa yang ada di dalam hati kalian atau kalian menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kalian tentang perbuatan kalian itu. (Al-Baqarah: 284) 

Maka Siti Aisyah menjawab, "Tidak ada seorang pun yang menanyakannya semenjak aku telah menanyakannya kepada Rasulullah Saw." Rasulullah SAW bersabda: hal ini merupakan mubaya'ah (tawar-menawar) antara Allah dengan hamba-Nya, sedangkan si hamba terkena demam dan penyakit; dan ternyata si hamba kehilangan barang dagangannya, padahal ia meletakkannya pada kantong baju jubahnya. Kemudian si hamba menemukan kembali barang dagangannya berada di kantongnya. Sesungguhnya orang mukmin itu benar-benar keluar dari dosanya sebagaimana emas yang merah dikeluarkan.

Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Turmuzi dan Ibnu Jarir melalui jalur Hammad ibnu Salamah dengan lafaz yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini garib, kami tidak mengenalnya kecuali melalui hadis Hammad ibnu Salamah.

Menurut kami, guru Hammad ibnu Salamah adalah Ali ibnu Zaid ibnu Jad'an; orangnya daif dan garib dalam periwayatannya. Dia meriwayatkan hadis ini dari ibu tirinya yang bernama Ummu Muhammad (yaitu Umayyah binti Abdullah), dari Siti Aisyah. Di dalam kitab-kitab hadis tidak terdapat hadis lainnya dari Umayyah binti Abdullah dari Siti Aisyah r.a. kecuali hanya hadis ini. (sumber:ibnukatsironline.com)

Korelasi (hubungan) Ayat dengan Fenomena Ekonomi Kontemporer

    Membandingkan Sistem Ekonomi Islam dengan dua Sistem Ekonomi Besar beserta sistem ekonomi turunannya, yaitu Sistem Ekonomi Kapitalis dan Sistem Ekonomi Sosialis.


Sistem ekonomi Islam
M.A. Manan (1992:19) di dalam bukunya yang berjudul “Teori dan Praktik Ekonomi Islam” menyatakan bahwa ekonomi islam adalah ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah ekonomi rakyat yang di ilhami oleh nilai-nilai islam. Sementara itu, H. Halide berpendapat bahwa yang di maksud dengan ekonomi islam ialah kumpulan dasar-dasar umum ekonomi yang dii simpulkan dari Al-Qur’an dan sunnah yang ada hubungannya dengan urusan ekonomi (dalam Daud Ali, 1988:3).
  
Secara sederhana bisa dikatakan, bahwa sistem ekonomi Islam adalah suatu sistem ekonomi yang didasarkan pada ajaran dan nilai-nilai Islam. Sumber dari keseluruhan nilai tersebut sudah tentu Al-Quran, As-Sunnah, ijma’ dan qiyas. Nilai-nilai sistem ekonomi Islam ini merupakan bagian integral dari keseluruhan ajaran Islam yang komperhensif dan telah dinyatakan Allah Swt. sebagai ajaran yang sempurna.

Karena didasarkan pada nilai-nilai Ilahiah, sistem ekonomi Islam tentu saja akan berbeda dengan sistem ekonomi kapitalis yang didasarkan pada ajaran kapitalisme, dan juga berbeda dengan sistem ekonomi sosialis yang didasarkan pada ajaran sosialisme. Memang, dalam beberapa hal, sistem ekonomi Islam merupakan kompromi antara kedua sistem tersebut, namun dalam banyak hal sistem ekonomi Islam berbeda sama sekali dengan kedua sistem tersebut. Sistem ekonomi Islam memiliki sifat-sifat baik dari kapitalisme dan sosialisme, namun terlepas dari sifat buruknya.
Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam:


  1. Berbagai sumber daya dipandang sebagai pemberian atau titipan dari Allah swt kepada manusia. 
  2. Islam mengakui pemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu. 
  3. Kekuatan penggerak utama ekonomi Islam adalah kerja sama. 
  4. Ekonomi Islam menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai oleh segelintir orang saja.
  5.  Ekonomi Islam menjamin pemilikan masyarakat dan penggunaannya direncanakan untuk kepentingan banyak orang.
  6.  Seorang mulsim harus takut kepada Allah swt dan hari penentuan di akhirat nanti. 
  7. Zakat harus dibayarkan atas kekayaan yang telah memenuhi batas (nisab)
  8.  Islam melarang riba dalam segala bentuk.
Ciri-ciri Ekonomi Islam:
  1. Aqidah sebagai substansi (inti) yang menggerakkan dan mengarahhkan kegiatan ekonomi
  2.  Syari’ah sebagai batasan untuk memformulasi keputusan ekonomi
  3.  Akhlak berfungsi sebagai parameter dalam proses optimalisasi kegiatan ekonomi
Kelebihan sistem ekonomi Islam: 
Menjunjung Kebebasan Individu
Manusia mempunyai kebebasan untuk membuat suat fteputusan yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuha nidupnya. Dengan kebebasan ini manusia dapat bebas mengoptimalkan potensinya. Kebebasan manusia dalam Islam didasarkan atas nilai-nilai tauhid suatu nilai yang membebaskan dari segala sesuatu kecuali Allah. Nilai tauhid inilah yang akan menjadikan manusia menjadi berani dan percaya diri.

 Mengakui hak individu terhadap harta
Islam mengakui hak individu untuk memiliki harta. Hak pemilikan harta hanya diperoleh dengan cara-cara yang sesuai dengan ketentuan Islam. Islam mengatur kepemilikan harta didasarkan atas kemaslahatan sehingga keberadaan harta akan menimbulkan sikap saling menghargai dan menghormati. Hal ini terjadi karena bagi seorang muslim harta sekedartitipan Allah.  

Ketidaksamaan ekonomi dalam batas yang wajar 

Islam mengakui adanya ketidaksamaan ekonomi antar orang perorangan. Salah satu penghalang yang menjadikan banyaknya ketidakadilan bukan disebabkan karena Allah, tetapi ketidakadilan yang terjadi dikarenakan sistem—yang dibuat manusia sendiri—. Misalnya, masyarakat lebih hormat kepada orang yang mempunyai jabatan tinggi dan lebih banyak mempunyai harta, hingga masyarakat terkondisikan bahwa orang-orang yang mempunyai jabatan dan harta mempunyai kedudukan lebih tinggi dibanding yang lainnya. Akhirnya, sebagian orang yang tidak mempunyai harta dan jabatan merasa bahwa, "Allah itu tidak adil".
  Jaminan sosial

Setiap individu mempunyai hak untuk hidup dalam sebuah negara: dan setiap warga negara dijamin untuk memperoleh kebutuhan pokoknya masing-masing. Memang menjadi tugas dan tanggungjawab utama bagi sebuah negara untuk menjamin setiap negara, dalam memenuhi kebutuhan sesuai dengan prinsip “hak untuk hidup". Dalam sistem ekonomi Islam negara mempunyai tangj jawab untuk mengalokasikan sumberdaya alam guna meningkatkan kesejahteraan rakyat secara umum.
 
  Distribusi kekayaan

Islam mencegah penumpukan kekayaan pada sekelompok kecil masyarakat dan menganjurkan distribusi kekayaan kepada semua lapisan masyarakat. Sumberdaya alam adalah hak manusia untuk dipergunakan manusia untuk kemaslahatannya, upaya ini tidak menjadi masalah bila tidak ada usaha untuk mengoptimalkan melalui ketentuan-ketentuan syariah.
   
  Larangan menumpuk kekayaan

Sistem ekonomi Islam melarang individu mengumpulkan harta kekayaan secara berlebihan. Seorang muslim berkewajiban untuk mencegah dirinya dan masyarakat supaya tidak berlebihan dalam pemilikan harta. Seorang muslim dilarang beranggapan terlalu berlebihan terhadap harta sehingga menyebabkan ia mengunakan cara-cara yang tidak benar untuk mendapatkannya.
    
  Kesejahteraan individu dan masyarakat

Islam mengakui kehidupan individu dan masyarakat saling berkaitan antara satu dengan yang lain. Masyarakat akan menjadi aktor yang dominan dalam membentuk sikap individu sehingga karakter individu banyak dipengaruhi oleh karakter masyarakat. Demikian juga sebaliknya, tidak akan terbentuk karakter masyarakat khas tanpa keterlibatan dari individu-individu.
 Kelemahan Sistem ekonomi Islam

Dominasi pemikiran ekonomi konvensional menjadikan ekonomi Islam belum mampu berkembang sebagaimana yang diharapkan. Padahal ekonomi Islam berisi tuntunan dan pedoman ideal yang mampu mengakomodir kebutuhan hidup manusia di dunia maupun di akhirat. Dengan jaminan mayoritas penduduk di negara mustim tentunya akan mampu menerima ekonomi Islam, tetapi perkembangan ekonomi Islam tidak semulus yang diharapkan walaupun bisa dikatakan hal tersebut sebagai fenomena umum sebagai suatu "sistem ekonomi baru" yang mau menanamkan pengaruhnya di tengah masyarakat yang telah lama menerima sistem ekonomi konvensional.
Secara global kelemahan system ekonomi Islam dapat dilihat dari beberapa factor sebagai berikut:

Lambatnya perkembangan literatur ekonomi Islam 

Literatur ekonomi Islam yang sebagian besar berasal dari teks-teks arab mau tidak mau diakuinya mengalami perkembangan yang kurang signifikan. Sehingga menyebabkan munculnya dominasi literature ekonomi konvensional yang saat ini mempengaruhi masyarakat bahwa tidak ada ilmu ekonomi yang mampu menjawab masalah-masalah aktual kecuali ekonomi konvensional. Hal ini menjadikan justifikasi bagi masyarakat untuk mengesampingkan ide dari pengetahuan lain, seperti ekonomi Islam. Hal ini diakibatkan adanya hegemoni literature ekonomi konvensional terhadap ekonomi Islam, sehingga setiap prilaku kita tidak lepas dari pengaruh ekonomi konvensional.

Praktek ekonomi konvensional lebih dahulu dikenal 

Praktek ekonomi konvensional lebih dahulu dikenal oleh masyarakat. Masyarakat bersentuhan langsung dengan konsep ekonomi konvensional, di berbagai bidang konsumsi, produksi, distribusi dan lainya. Sehingga pemahaman baru sulit dipaksakan dan diterima oleh masyarakat yang lebih dahulu beresntuhan dengan konsep ekonomi konvensional. Kita telah mengetahui ekonomi konvensiona merupakan kepanjangan dari system ekonomi kapitalis meskipun tidak sepenuhnya. Karena secara tersirat ekonomi konvensional juga mengadopsi system ekonomi sosialis. Di sinilah salah satu letak kelemahan system ekonomi Islam. 

Tiada representasi ideal Negara yang menggunakan system ekonomi Islam

Di beberapa Negara yang menggunakan Islam sebagai pedoman dasar kenegaraanya ternyata belum mampu sepenuhnya mengelola system perekonomiannya secara professional. Bahkan banyak Negara-negara Islam di Timur Tengah yang tingkat kesejahteraanya kurang maju jika dibandingkan dengan Negara Eropa dan Amerika.

Pengetahuan sejarah pemikiran ekonomi Islam kurang

Sejarah menunjukkan bahwa kemajuan pengetahuan Eropa tidak lepas dari peranan pengetahuan Islam. Masa transformasi pengetahuan yang terjadi pada abad pertengahan kurang dikenal oleh masyarakat. Hal ini yang menyebabkan timbulnya pemahaman bahwa pengetahuan lahir di daratan Eropa, apalagi berbagai informasi lebih mengarahkan pada pemikiran-pemikiran tokoh-tokoh Eropa. Karenanya lebih mengenai Adam Smith, Robert Malthus, David Ricardo, JM Keynes dan sebagainya, dibandingkan dengan tokoh-tokoh ekonomi Islam seperti Abu Yusuf, Ibnu Ubaid, Ibnu Taimiyah dan Ibnu Khaldun dan sebagainya. 

Padahal mengetahui perkembangan sejarah pemikiran ekonomi akan menimbulkan kebanggaan masyarakat terhadap tokoh-tokoh ekonomi Islam. Secara tidak langsung hal ini akan mempengaruhi ketertarikan mereka terhadap pemikiran tokoh-tokoh ini.  

Pendidikan masyarakat yang materialism's 

Pengangguran di masyarakat bukan murni cerminan perilaku malas. Tetapi, pengangguran di sini lebih banyak disebabkan oleh dampak pemahaman masyarakat mengenai makna tentang jenis dan pendapatan/penghasilan usaha yang belum tepat. Sementara kita harus jujur mengakui ekonomi Islam masih belum berperanan maksimal dalam membantu mengangkat ekonomi kerakyatan. Sebagai contoh pedagang lebih mnyukai meminjam pada rentenir di banding pada BMT yang ada. Karena rentenir tidak memerlyukan persyaratan yang ‘ribet’, sementara BMT atau BPRS memerlukan segudang jaminan sebagai syarat peminjaman.
Sebagai kesimpulan ekonomi Islam masih memiliki banyak kelemahan baik dari sumber daya manusia atau tenaga ahli. Hal ini berbeda dengan pesatnya perkembangan ekonomi kapitalis mau tidak mau kita harus mengakuinya.
Sistem Ekonomi Kapitalis
Kapitalisme adalah sistem perekonomian yang memberikan kebebasan secara penuh kepada setiap orang untuk melaksanakan kegiatan perekonomian seperti memproduksi baang, manjual barang, menyalurkan barang dan lain sebagainya. Dalam sistem ini pemerintah bisa turut ambil bagian untuk memastikan kelancaran dan keberlangsungan kegiatan perekonomian yang berjalan, tetapi bisa juga pemerintah tidak ikut campur dalam ekonomi.Dalam perekonomian kapitalis setiap warga dapat mengatur nasibnya sendiri sesuai dengan kemampuannya. Semua orang bebas bersaing dalam bisnis untuk memperoleh laba sebesar-besarnya. Semua orang bebas malakukan kompetisi untuk memenangkan persaingan bebas dengan berbagai cara.
Ciri-ciri sistem ekonomi Kapitalis: 
  1. Pengakuan yang luas atas hak-hak pribadi   
  2. Perekonomian diatur oleh mekanisme pasar  
  3. Manusia dipandang sebagai mahluk homo-economicus, yang selalu mengejar kepentingann (keuntungan) sendiri 
  4. Paham individualisme didasarkan materialisme, warisan zaman Yunani Kuno (disebut hedonisme).
Kelebihan sistem ekonomi Kapitalis:
- Lebih efisien dalam memanfaatkan sumber-sumber daya dan distribusi barang-barang.
- Kreativitas masyarakat menjadi tinggi karena adanya kebebasan melakukan segala hal yang terbaik dirinya.
- Pengawasan politik dan social sangat minimal, karena tenaga, waktu, dan biaya yang diperlukan lebih kecil.
Kelemahan sistem ekonomi Kapitalis:
  1. Tidak ada persaingan sempurna. Yang ada persaingan tidak sempurna dan persaingan monopolistic 
  2. Sistem harga gagal mengalokasikan sumber-sumber secara efisien, karena adanya faktor-faktor eksternalitas (tidak memperhitungkan yang menekan upah buruh dan lain-lain)
Sistem Ekonomi Sosialis

Sistem Ekonomi Sosialis adalah suatu sistem perekonomian yang memberikan kebebasan yang cukup besar kepada setiap orang untuk melaksanakan kegiatan ekonomi tetapi dengan campur tangan pemerintah. Pemerintah masuk ke dalam perekonomian untuk mengatur tata kehidupan perekonomian negara serta jenis-jenis perekonomian yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara seperti air, listrik, telekomunikasi, gas, dan lain sebagainya. 

Sistem ekonomi sosialis merupakan suatu sistem ekonomi dengan kebijakan atau teori yang bertujuan untuk memperoleh suatu distribusi yang lebih baik dengan tindakan otoritas demokratisasi terpusat dan kepadanya perolehan produksi kekayaan yang lebih baik daripada yang kini berlaku sebagaimana yang diharapkan.

Sistem Ekonomi Sosialis berpandangan bahwa kemakmuran individu hanya mungkin tercapai bila berfondasikan kemakmuran bersama. Sebagai Konsekuensinya, penguasaan individu atas aset-aset ekonomi atau faktor-faktor produksi sebagian besar merupakan kepemilikan sosial.

Ciri-ciri sistem ekonomi sosialis : 

Lebih mengutamakan kebersamaan
§  Masyarakat dianggap sebagai satu-satunya kenyataan sosial, sedangkan individu-individu fiksi belaka. 
§  Tidak ada pengakuan atas hak-hak pribadi (individu) dalam sistem sosialis. 

Peran pemerintah sangat kuat
§  Pemerintah bertindak aktif mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga tahap pengawasan. 
§  Alat-alat produksi dan kebijaksanaan ekonomi semuanya diatur oleh negara


Sifat manusia ditentukan oleh pola produksi
§  Pola produksi (aset dikuasai masyarakat) melahirkan kesadaran kolektivisme (masyarakat sosialis) 
§  Pola produksi (aset dikuasai individu) melahirkan kesadaran individualisme (masyarakat kapitalis)
Kelebihan sistem ekonomi sosialis:
  1. Pemerintah lebih mudah mengendalikan inflasi, pengangguran dan masalah ekonomi lainnya.  
  2. Pasar barang dalam negeri berjalan lancar 
  3. Pemerintah dapat turut campur dalam hal pembentukan harga  
  4. Relatif mudah melakukan distribusi pendapatan 
  5. Jarang terjadi krisis ekonomi
Kelemahan sistem ekonomi sosialis:
  1. Mematikan inisiatif individu untuk maju  
  2. Sering terjadi monopoli yang merugikan masyarakat  
  3. Masyarakat tidak memiliki kebebasan dalam memilih sumber daya
Perbedaan Konsep Ekonomi Islam, Kapitalis dan Sosialis
Konsep
Kapitalis
Islam
Sosialis
Sumber kekayaan
Sumber kekayaan sangat langka( scarcity of resources)
Sumber Kekayaan alam semesta dari ALLAH SWT
Sumber kekayaan sangat langka( scarcity of resources)
Kepemilikan
Setiap pribadi di bebaskan untuk memiliki semua kekayaan yang di peroleh nya
Sumber kekayayan yang kita miliki adalah titipan dari ALLAH SWT
Sumber kekayaan di dapat dari pemberdayaan tenaga kerja (buruh)
Tujuan Gaya hidup perorangan
Kepuasan pribadi
Untuk mencapai ke makmuran/sucess (Al-Falah), di dunia dan akhirat
Ke setaraan penghasilan di antara kaum buruh
Tabel di atas menerangkan 3 konsep sistem per ekonomian yaitu: Kapitalis, Islam dan Sosialis.

Konsep dari ekonomi kapitalis di mana sumber kekayaan itu sangat langka dan harus di peroleh dengan cara bekerja keras di mana setiap pribadi boleh memiliki kekayaan yang tiada batas, untuk mencapai tujuan hidup nya. Dalam sistim ekonomi kapitalis perusahaan di miliki oleh perorangan. Terjadi nya pasar (market) dan terjadinya demand and supply adalah ciri khas dari ekonomi kapitalis. Keputusan yang diambil atas isu yang terjadi seputar masalah ekonomi sumbernya adalah dari kalangan kelas bawah yang membawa masalah tersebut ke level yang lebih atas.
 
Sementara Islam mempunyai suatu konsep yang berbeda mengenai kekayaan, semua kekayaan di dunia adalah milik dari Allah SWT yang dititipkan kepada kita, dan kekayaan yang kita miliki harus di peroleh dengan cara yang halal, untuk mencapai Al-falah (makmur dan success)  dan Sa’ada Haqiqiyah (kebahagian yang abadi baik di dunia dan akhirat.  Dalam Islam yang ingin punya property atau perusahaan harus mendapat kan nya dengan  usaha yang keras untuk mencapai yang nama nya Islamic Legal Maxim, yaitu  mencari keuntungan yang sebanyak banyak nya yang sesuai dengan ketentuan dari prinsip prinsip syariah. Yang sangat penting  dalam transaksi Ekonomi Islam adalah tidak ada nya unsur Riba (interest) Maisir (judi) dan Gharar (ke tidak pastian).
Lain halnya dengan konsep ekonomi sosialis, di mana sumber kekayaan itu sangat langka dan harus di peroleh lewat pemberdayaan tenaga kerja (buruh), di semua bidang, pertambangan, pertanian, dan lainnya. Dalam sistem Sosialis, semua Bidang usaha dimiliki  dan diproduksi oleh Negara. Tidak terciptanya market (pasar) dan tidak terjadinya supply dan demand, karena Negara yang menyediakan semua kebutuhan rakyatnya secara merata. Perumusan  masalah dan keputusan di tangani langsung oleh negara.

    Hak milik dalam pandangan ketiga sistem ekonomi (Islam, kapitalis dan sosialis)




    Cara memperoleh hak milik dalam ekonomi islam (utamanya kajian fiqh muamalah)

DOWNLOAD MATERI

0 komentar:

Post a Comment

Untuk Request Materi Lain, Silahkan Tuliskan di Kolom Komentar